Pengawasan Keamanan dan Mutu Pangan Segar

Pengawasan Keamanan dan Mutu Pangan Segar

A. PENGAWASAN KEAMANAN DAN MUTU PANGAN (BERAS TTI)

Sesuai dengan amanat UU No 18 tahun 2012 tentang pangan, pemerintah berkewajiban untuk menjamin keamanan pangan masyarakat. Hal ini sesuai dengan deklerasi internasional dalam International Conference on Nutrition di Roma tahun 1992 yang menyatakan bahwa keamanan pangan merupakan hak azasi setiap manusia. Untuk mewujudkan hal tersebut, Pemerintah diamanatkan untuk menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria Keamanan Pangan serta diwajibkan untuk melakukan pembinaan dan pengawasannya.

Merujuk pada pembagian wewenang pengawasan keamanan pangan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No 28 tahun 2004, Kementerian Pertanian mendapat wewenang untuk melakukan pengawasan keamanan pangan segar hasil pertanian sedangkan untuk pangan olahan dilaksanakan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Untuk melaksanakan tugas tersebut, Kementerian Pertanian sejak tahun 2008 telah membentuk Otoritas Kompeten Keamanan Pangan (OKKP) yang terdiri dari OKKP-Pusat dan OKKP-Daerah yang tersebar di semua propinsi. Tugas dan fungsi utama OKKP adalah melakukan pengawasan sistem jaminan mutu pangan hasil pertanian yang dilaksanakan melalui beberapa mekanisme diantaranya adalah dengan penerbitan sertifikat keamanan pangan maupun Nomor Pendaftaran Pangan Segar.

Sampai saat ini, pendaftaran pangan segar asal tumbuhan sesuai Peraturan Menteri Pertanian No 51 tahun 2008 tentang Syarat dan Tatacara Pendaftaran Pangan segar Asal Tumbuhan masih bersifat sukarela. Pelaku usaha yang memerlukan nomor Pendaftaran PSAT dapat melakukan pendaftaran PSAT ke OKKP-Pusat untuk produk yang berasal dari pemasukan/impor dan ke OKKP-D untuk produk yang diproduksi dalam negeri. Sebagian besar pelaku usaha melakukan pendaftaran karena adanya tuntutan dari konsumen/retail seperti yang terjadi pada pelaku usaha perberasan, sehingga sebagian besar momoditas yang memperoleh nomor pendaftaran PSAT adalah beras. Untuk memenuhi hak setiap orang memperolah pangan yang aman sesuai amanat UU pangan, maka saat ini Kementerian Pertanian sedang melakukan revisi Permentan 51/2008 yang rencananya akan memberlakukan secara wajib pendaftaran PSAT untuk produk yang dikemas dan/atau dilabel. Untuk produk yang tidak dikemas/dilabel maka akan dilakukan inspeksi berdasarkan analisa resiko. Diharapkan dengan regulasi tersebut semua PSAT yang beredar aman dikonsumsi.

Beras merupakan salah satu komoditas pangan utama masyarakat Indonesia. Ketersediaan beras dengan harga yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat merupakan prioritas Kementerian Pertanian, sehingga sejak tahun 2016, Kementerian Pertanian mengembangkan Toko Tani Indonesia (TTI) yang menjual berbagai macam kebutuhan pokok dengan harga yang terjangkau. Memperpendek rantai pemasaran merupakan pola yang dikembangkan TTI sehingga harga di tingkat konsumen tetap terjangkau, dan produsen tetap memperoleh keuntungan yang wajar. Untuk mengendalikan harga beras di pasaran, pada tahun 2017 Kementerian Perdagangan menetapkan Permendag No 57/2017 tentang Harga Eceran Tertinggi (HET) beras yang juga diiringi dengan kebijakan Menteri Pertanian melalui Permentan 31/2017 tentang kelas mutu beras dan Permentan 48/2017 tentang beras khusus. Dengan kebijakan ini, harga jual beras tidak boleh melebihi HET sesuai dengan kelas mutunya. Penetapan harga beras TTI sebesar Rp. 8.500/kg, mengindikasikan bahwa setidaknya kelas mutu beras TTI yang dijual adalah beras medium, sehingga untuk pendaftaran PSAT nantinya hasil uji mutu beras TTI harus memenuhi persyaratan beras medium.

Beras yang dijual di Toko Tani Indonesia (TTI) merupakan beras dalam kemasan dengan berat 5 kg. Beras ini berasal dari gapoktan yang merupakan Lembaga Usaha Pangan Masyarakat (LUPM) yang mendapat dukungan dana APBN melalui alokasi dana Badan Ketahanan Pangan, dalam bentuk dana dekonsentrasi yang diberikan kepada Dinas/Badan/Kantor Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota yang menyelenggarakan urusan ketahanan pangan. Selain menyediakan beras yang bermutu dengan harga terjangkau, maka sudah sepatutnya beras yang dijual di TTI juga merupakan beras yang aman dikonsumsi. Rencana Menteri Pertanian yang akan memberlakuan wajib pendafataran PSAT untuk poduk yang dikemas/dilabel, maka sudah seyogyanya, kebijakan tersebut diterapkan terlebih dahulu oleh pelaku usaha yang merupakan binaan Kementerian Pertanian. Untuk itu perlu dilakukan kajian kesiapan penerapan pendaftaran wajib PSAT oleh pelaku usaha beras pemasok TTI, sehingga dapat ditentukan langkah tindak lanjut yang perlu disiapkan apabila kebijakan pemberlakuan wajib tersebut sudah 

Pendaftaran PSAT merupakan upaya pemerintah untuk memberikan jaminan keamanan pangan bagi masyarakat khususnya Pangan Segar Asal Tumbuhan (PSAT). Keamanan Pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat sehingga aman untuk dikonsumsi. Pelaku usaha yang ingin memperoleh nomor pendaftaran PSAT harus memenuhi persyaratan administrasi dan persyaratan teknis. Pelaku usaha yang berasal dari kelompok tani/gapoktan harus memenuhi persyaratan administrasi berupa foto copy Kartu Tanda Penduduk pemohon; foto copy surat penetapan Kelompok Tani/Gabungan Kelompok Tani; foto copy surat keterangan domisili usaha; dan profil unit usaha, serta memenuhi persyaratan teknis berupa denah ruang penanganan produk; surat keterangan produk; daftar pemasok dan pelanggan; bagan alir produksi; rancangan label dan kemasan; dan foto copy surat keterangan hasil inspeksi penerapan sanitasi higiene pada sarana produksi dan distribusi PSAT. Surat keterangan hasil inspeksi penerapan sanitasi higiensi merupakan bukti bahwa produk tersebut sudah ditangani secara baik dan memenuhi persyaratan dasar keamanan pangan. Persyaratan sanitasi higienis ini meliputi : keamanan air; kondisi dan kebersihan permukaan yang kontak dengan bahan pangan; pencegahan kontaminasi silang; menjaga fasilitas pencuci tangan, sanitasi dan toilet; proteksi dari bahan-bahan kontaminan; pelabelan, penyimpanan dan penggunaan bahan toksin yang benar; pengawasan kondisi kesehatan personil; dan pengendalian hama. Selain itu, dengan adanya regulasi perberasan tentang kelas mutu beras dan HET, maka beras TTI juga harus memenuhi persyaratan kelas mutu medium sesuai dengan harga yang berlaku saat ini.

Sampai saat ini beras yang dijual di TTI belum ada satupun yang memiliki nomor pendaftaran PSAT. Kondisi ini diprediksi disebabkan beberapa hal diantaranya masih kurangnya sosialisasi tentang pendaftaran PSAT, pendaftaran yang sifatnya masih sukarela, dan kondisi pelaku usaha yang memang secara administrasi maupun teknis belum mampu memenuhi semua persyaratan yang ada. Kondisi ini tentunya perlu diantisipasi sebelum regulasi tentang pendaftaran wajib PSAT ditetapkan.

Kondisi LUPM pemasok TTI yang ada saat ini secara teknis sangat bervariasi, baik ditinjau dari kelembagaan, SDM, sarana prasarana maupun pemenuhan persyaratan teknis khususnya penerapan sanitasi higienis dan mutu beras yang dihasilkan. TTI yang sudah operasional saat ini berjumlah 672 TTI dan tersebar di 20 propinsi. Jumlah LUPM pemasok beras TTI ini tentunya akan terus meningkat seiring dengan target peningkatan jumlah TTI di seluruh Indonesia. Sampai saat ini, pemilihan LUPM untuk memasok beras ke TTI belum mempertimbangkan persyaratan teknis penerapan keamanan dan mutu pangan serta ketelusuran, sehingga beras yang dijual oleh TTI bisa sangat bervariasi keamanan dan mutunya. Tanggung jawab pemerintah untuk menyediakan pangan dengan harga terjangkau juga selayaknya didukung dengan jaminan mutu dan keamanannya, sehingga kajian kesiapan PUPM ini untuk mendapatkan nomor pendaftaran PSAT sebagai jaminan keamanannya sangat penting sekali dilakukan agar diperoleh rekomendasi kebijakan yang tepat agar nantinya semua beras TTI dapat memiliki nomor pendaftaran PSAT.

 

B. PENGAWASAN KEAMANAN DAN MUTU PANGAN

Dalam rangka pengawasan keamanan dan mutu pangan khususnya pangan segar, Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementerian Pertanian melalui Pusat Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan bertanggungjawab terhadap pelaksanaan kegiatan dimaksud. Penetapan Pusat Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan sebagai institusi yang berwenang dalam pengawasan keamanan pangan ditetapkan dalam Peraturan Presiden Peraturan Presiden Nomor 45 Tahun 2015 tentang Kementerian Pertanian dan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 43 Tahun 2015  tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian. Selain itu, dengan diterbitkannya Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia No 568/Kpts/OT.010/9/2015 tentang Pelimpahan Kewenangan dalam Urusan Tugas dan Fungsi di Bidang Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (PPHP) kepada Kepala Badan Ketahanan Pangan, yang meliputi kewenangan sebagai Otoritas Kompeten Pangan Organik (OKPO), penerbitan persetujuan nomor pendaftaran Pangan Segar Asal Tumbuhan (PSAT) berasal dari pemasukan selaku ketua OKKPP atas nama Menteri Pertanian, dan Ketua Otoritas Kompeten Keamanan Pusat (OKKPP). Dengan adanya pengalihan kewenangan dari PPHP kepada BKP, maka bertambah juga tugas dan fungsi BKP, khususnya Bidang Keamanan Pangan Segar.

Indikator kinerja hasil pengawasan keamanan pangan segar dituangkan dalam rekomendasi pengawasan keamanan dan mutu pangan segar yang terdiri dari 1 (satu) rekomendasi di pusat, 34 rekomendasi di provinsi dan 51 rekomendasi di kota/kabupaten yang terdiri dari kegiatan-kegiatan yang telah direalisasikan. Pencapaian kinerja di tahun 2016 adalah 100% terpenuhi (1 pusat, 34 provinsi, dan 51 kota/kabupaten). Keberhasilan pencapaian kinerja tersebut tidak lepas dari dukungan pusat kepada daerah melalui kegiatan sosialisasi, pendampingan, pemantauan dan evaluasi. Anggaran yang dialokasikan di pusat pada dasarnya direalisasikan untuk mendukung dan melakukan asistensi terhadap pelaksanaan kegiatan pengawasan keamanan dan mutu pangan di daerah. Selain dukungan anggaran, dukungan sumber daya yang lain seperti sumber daya manusia, penggunaan teknologi informasi, dan fasilitas kantor juga sangat mendukung terlaksananya kegiatan. Sumber daya manusia yang menangani keamanan pangan di pusat sebanyak 24 orang dengan berkoordinasi dengan petugas-petugas daerah di 34 provinsi dan 51 kabupaten/kota telah mendukung pencapaian kegiatan ini.

Pelaksanaan kegiatan pengawasan keamanan dan mutu pangan di pusat dan daerah secara garis besar diarahkan pada kegiatan: (1) koordinasi dan kelembagaan penanganan keamanan pangan segar; dan (2) pemantauan dan pengawasan keamanan pangan segar. Pada pelaksanaannya, secara garis besar arah kegiatan tersebut dilaksanakan untuk meminimalkan beberapa permasalahan, seperti: (1) kurangnya komitmen daerah terhadap penanganan keamanan pangan; (2) rendahnya pemahaman produsen, konsumen termasuk aparat mengenai penanganan keamanan pangan segar; (3) adanya pelaku usaha buah dan sayur yang belum menerapkan good practices pada kegiatannya; (4) kendala administrasi dalam pencairan anggaran; (5) terbatasnya SDM, sarana prasarana dan laboratorium yang telah diakreditasi; (6) masih kurangnya kerja sama/koordinasi antara instansi terkait dalam mempromosikan keamanan pangan segar; (7) belum optimalnya perencanaan kegiatan, dan lain-lain. Beberapa hal yang telah diidentifikasi sebagai hambatan telah diupayakan beberapa antisipasi dengan melakukan:

  1. Koordinasi, sosialisasi dan sinkronisasi melaui kegiatan rapat, pertemuan, penyusunan pedoman, dan lain-lain;
  2. Koordinasi dengan Dinas Pangan Daerah dalam penguatan  penanganan keamanan pangan segar;
  3. Penguatan kelembagaan melalui dukungan penganggaran dan peningkatan kapasitas dan kapabilitas pengawas berupa pelatihan/bimbingan teknis dan sertifikasi profesi;
  4. Optimalisasi fungsi pengawasan keamanan pangan segar asal tumbuhan (PSAT);
  5. Advokasi dalam peningkatan anggaran daerah dalam penanganan keamanan pangan dan peningkatkan sarana dan prasarana penunjang pengawas keamanan pangan segar;
  6. Sosialisasi dan promosi keamanan pangan yang berkesinambungan melibatkan instansi terkait.

Pengawasan pangan segar yang dilakukan oleh BKP dan pemerintah daerah dilaksanakan terhadap pangan segar di peredaran maupun pada proses produksi (on farm), yaitu dengan melakukan sertifikasi Prima 1, 2 dan 3 serta Surveilen oleh Otoritas Kompeten Keamanan Pangan Daerah/Pusat (OKKPD/OKKPP) kepada petani/kelompok tani/pelaku usaha. Sertifikasi Prima 3 diberikan kepada produk pertanian yang memenuhi persyaratan dilihat dari aspek keamanan pangan; sedangkan untuk Prima 2 dilihat dari aspek keamanan dan mutu pangan; dan Prima 1 dari aspek keamanan dan mutu pangan serta sosial dan lingkungan.

Hasil pengawasan pada proses produksi (sertifikat Prima 1, 2, 3), registrasi PD/PL, packing house pada tahun 2016 meningkat 26,04% dari target sasaran yang telah ditetapkan sebesar 10% bila dibandingkan dengan tahun 2015. Sedangkan hasil pengawasan pangan segar di peredaran yang dilakukan melalui monitoring/ inspeksi baik dipasar tradisional maupun retail modern pada tahun 2016 menunjukkan bahwa 99,61% aman dikonsumsi.

Selain melakukan pengawasan keamanan pangan segar melalui sertifikasi Prima, dilakukan juga pengawasan pangan segar di rumah kemas (packing house) dan pelaku usaha melalui pendaftaran rumah kemas dan pendaftaran Pangan Segar Asal Tumbuhan (PSAT) oleh OKKPD/OKKPP. Pengawasan ini bersifat sukarela, dimana hanya rumah kemas/pelaku usaha yang menginginkan produknya didaftar.


0 Komentar

Tulis Komentar